Skemanews.com, (Kota Gorontalo) — Suasana haru menyelimuti Kelurahan Bugis, Kecamatan Kota Timur, Kamis pagi. Asap tebal mengepul tinggi dari sebuah rumah dua lantai yang menjadi saksi bisu perjuangan seorang ibu penjual nasi, Fatma Lasanudin (55). Dalam hitungan menit, tempat yang selama ini menjadi tumpuan hidupnya berubah menjadi abu.
Musibah kebakaran yang terjadi sekitar pukul 09.00 Wita itu tidak hanya menghanguskan bangunan, tetapi juga membakar harapan dan kerja keras bertahun-tahun. Fatma kehilangan segalanya—termasuk berkas wisuda anaknya yang kuliah di Universitas Negeri Gorontalo (UNG).
“Saya cuma sempat ambil sedikit kertas penting, tapi berkas anak saya hangus semua. Padahal dia sudah mau wisuda,” ucap Fatma dengan mata berkaca-kaca di antara puing-puing rumahnya. Kamis (16/10/25).
Fatma tinggal bersama anaknya di lantai bawah rumah, sementara lantai dua disewa oleh satu keluarga teman menantunya. Menurut keterangan warga, api pertama kali muncul dari lantai dua, diduga akibat korsleting listrik pada colokan yang digunakan untuk memanaskan air.
Dalam sekejap, kobaran api menjalar ke seluruh bagian bangunan. Empat unit mobil pemadam kebakaran dan satu unit tangki air milik PMI dikerahkan ke lokasi. Petugas bersama warga bahu-membahu memadamkan api agar tidak merembet ke rumah tetangga.
Namun, upaya itu tak mampu menyelamatkan seluruh isi rumah. Barang-barang dagangan, pakaian, serta dokumen penting keluarga ikut terbakar. Yang paling membuat Fatma terpukul adalah hilangnya dokumen akademik anaknya, mahasiswa Program Studi Bahasa Inggris, Fakultas Sastra dan Budaya UNG, yang rencananya akan mengikuti wisuda dalam waktu dekat.
“Dia sudah semangat sekali mau wisuda. Semua berkasnya,ijazah, transkrip, surat wisuda—hilang. Saya cuma bisa pasrah,” ujar Fatma lirih.
Beruntung, tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut. Namun kerugian material ditaksir mencapai puluhan juta rupiah. Sementara itu, pihak kelurahan bersama aparat pemadam kebakaran masih melakukan pendataan dan penyelidikan terkait penyebab pasti kebakaran.
Kini, Fatma dan keluarganya hanya bisa berharap pada bantuan warga dan pemerintah setempat. Di tengah puing-puing rumah yang sudah rata dengan tanah, ia masih menyimpan satu harapan: agar anaknya tetap bisa melangkah ke panggung wisuda, meski semua kenangan dan berkas perjuangan telah musnah terbakar.
“Rumah bisa dibangun lagi, tapi semoga rezeki dan harapan anak saya tidak ikut terbakar,” tutupnya pelan, menatap sisa abu yang dulu ia sebut rumah.



















